the GazettE

the GazettE
INSIDE BEAST

Sabtu, 23 November 2013

Tugas 3 UTILINIARISME



Utilitarianisme adalah paham dalam filsafat moral yang menekankan manfaat atau kegunaan dalam menilai suatu tindakan sebagai prinsip moral yang paling dasar, untuk menentukan bahwa suatu perilaku baik jika bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar konsumen atau masyarakat. dalam konsep ini dikenal juga “Deontologi” yang berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti kewajiban. Deontologi adalah teori etika yang menyatakan bahwa yang menjadi dasar baik buruknya suatu perbuatan adalah kewajiban seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia, sebagaimana keinginan diri sendiri selalu berlaku baik pada diri sendiri.
Menurut paham Utilitarianisme bisnis adalah etis, apabila kegiatan yang dilakukannya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada konsumen dan masyarakat. jadi kebijaksanaan atau tindakan bisnis yang baik adalah kebijakan yang menghasilkan berbagai hal yang baik, bukan sebaliknya malah memberikan kerugian.
Nilai positif Utilitarianisme terletak pada sisi rasionalnya dan universalnya. Rasionalnya adalah kepentingan orang banyak lebih berharga daripada kepentingan individual. secara universal semua pebisnis dunia saat ini berlomba-lomba mensejahterakan masyarakat dunia, selain membuat diri mereka menjadi sejahtera. berbisnis untuk kepentingan individu dan di saat yang bersamaan mensejahterakan masyarakat luas adalah pekerjaan profesional sangat mulia. dalam teori sumber daya alam dikenal istilah Backwash Effect, yaitu di mana pemanfaatan sumber daya alam yang terus menerus akan semakin merusaka kualitas sumber daya alam itu sendiri, sehingga diperlukan adanya upaya pelastarian alam supaya sumber daya alam yang terkuras tidak habis ditelan jaman.
Di dalam analisa pengeluaran dan keuntungan perusahaan memusatkan bisnisnya untuk memperoleh keuntungan daripada kerugian. proses bisnis diupayakan untuk selalu memperoleh profit daripada kerugian. Keuntungan dan kerugian tidak hanya mengenai finansial, tapi juga aspek-aspek moral seperti halnya mempertimbangkan hak dan kepentingan konsumen dalam bisnis. dalam dunia bisnis dikenal corporate social responsibility, atau tanggung jawab sosial perusahaan. suatu pemikiran ini sejalan dengan konsep Utilitarianisme, karena setiap perusahaan mempunyai tanggaung jawab dalam mengembangkan dan menaikan taraf hidup masyarakat secara umum, karena bagaimanapun juga setiap perusahaan yang berjalan pasti menggunakan banyak sumber daya manusia dan alam, dan menghabiskan daya guna sumber daya tersebut.
Kesulitan dalam penerapan Utilitarianisme yang mengutamakan kepentingan masyarakat luas merupakan sebuah konsep bernilai tinggi, sehingga dalam praktek bisnis sesungguhnya dapat menimbulkan kesulitan bagi pelaku bisnis. misalnya dalam segi finansial perusahaan dalam menerapkan konsep Utilitarianisme tidak terlalu banyak mendapat segi manfaat dalam segi keuangan, manfaat paling besar adalah di dalam kelancaran menjalankan bisnis, karena sudah mendapat ‘izin’ dari masyrakat sekitar, dan mendapat citra positif di masyarakat umum. namun dari segi finansial, Utilitarianisme membantu (bukan menambah) peningkatan pendapat perusahaan.

1.      Etika Utilitarianisme
Etika utilitarianisme adalah tentang bagaimana menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan social politik, ekonomi dan legal secara moral.

2.      Kriteria dan Prinsi Etika Utilitarianisme
a.       Manfaat
b.      Manfaat Terbesar
c.       Manfaat terbesar Bagi Sebanyak Mungkin Orang

3.      Nilai Positif Etika Utilitarianisme
a.       Rasionalitas
b.      Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral
c.       Universalitas

4.      Utilitarianisme Sebagai Proses dan Sebagai Standar Penilaian
a.       Etika utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan, kebijaksanaan atau untuk bertindak.
b.      Etika Utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan.

5.      Analisis Keuntungan dan Kerugian
Manfaat dan kerugian sangat dikaitkan dengan semua orang yang terkait, sehingga analisis keuntungan dan kerugian tidak lagi semata-mata tertuju langsung pada keuntungan bagi perusahaan.
Analisis keuntungan dan kerugian dalam kerangka etika bisnis :
a.       Keuntungan dan kerugian, yang dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan.
b.      Analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam kerangka uang.
Analisis keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang.

6.      Kelemahan Etika Utilitarianisme
a.       Manfaat merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit.
b.      Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan niali suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.
c.       Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang.
d.      Variable yang dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi.
e.       Seandainya ketiga criteria dari etika utilitarianisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan prioritas di antara ketiganya.
f.       Etika utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas.

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau CSR (corporate social responsibility)
Kini jadi frasa yang semakin populer dan marak diterapkan perusahaan di berbagai belahan dunia. Menguatnya terpaan prinsip good corporate governance seperti fairness, transparency, accountability, dan responsibility telah mendorong CSR semakin menyentuh “jantung hati” dunia bisnis.
Di tanah air, debut CSR semakin menguat terutama setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU PT No. 40 Tahun 2007 yang belum lama ini disahkan DPR. Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1).
Namun, UU PT tidak menyebutkan secara terperinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3, dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran.” PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh peraturan pemerintah yang hingga kini belum dikeluarkan.
Akibatnya, standar operasional mengenai bagaimana menjalankan dan mengevaluasi kegiatan CSR masih diselimuti kabut misteri. Selain sulit diaudit, CSR juga menjadi program sosial yang “berwayuh” wajah dan mengandung banyak bias.
Banyak perusahaan yang hanya membagikan sembako atau melakukan sunatan massal setahun sekali telah merasa melakukan CSR. Tidak sedikit perusahaan yang menjalankan CSR berdasarkan copy-paste design atau sekadar “menghabiskan” anggaran. Karena aspirasi dan kebutuhan masyarakat kurang diperhatikan, beberapa program CSR di satu wilayah menjadi seragam dan seringkali tumpang tindih.
Walhasil, alih-alih memberdayakan masyarakat, CSR malah berubah menjadi Candu (menimbulkan kebergantungan pada masyarakat), Sandera (menjadi alat masyarakat memeras perusahaan), dan Racun (merusak perusahaan dan masyarakat).

Contoh Perusahaan yang Telah Menerapkan Utilitarianisme atau CSR

Sejak didirikan pada 5 Desember 1933Unilever Indonesia telah tumbuh menjadi salah satu perusahaan terdepan untuk produk Home and Personal Care serta Foods & Ice Cream di Indonesia. Rangkaian Produk Unilever Indonesia mencangkup brand-brand ternama yang disukai di dunia seperti Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Vaseline, Rinso, Molto, Sunlight, Walls, Blue Band, Royco, Bango, dan lain-lain.

Selama ini, tujuan perusahaan kami tetap sama, dimana kami bekerja untuk menciptakan masa depan yang lebih baik setiap hari; membuat pelanggan merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan melalui brand dan jasa yang memberikan manfaat untuk mereka maupun orang lain; menginspirasi masyarakat untuk melakukan tindakan kecil setiap harinya yang bila digabungkan akan membuat perubahan besar bagi dunia; dan senantiasa mengembangkan cara baru dalam berbisnis yang memungkinkan kami untuk tumbuh sekaligus mengurangi dampak lingkungan.

Saham perseroan pertamakali ditawarkan kepada masyarakat pada tahun 1981 dan tercatat di Bursa Efek Indonesia seja 11 Januari 1982. Pada akhir tahun 2011, saham perseroan menempati peringkat keenam kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia. Cleaning productPerseroan memiliki dua anak perusahaan : PT Anugrah Lever (dalam likuidasi), kepemilikan Perseroan sebesar 100% (sebelumnya adalah perusahaan patungan untuk pemasaran kecap) yang telah konsolidasi dan PT Technopia Lever, kepemilikan Perseroan sebesar 51%, bergerak di bidang distribusi ekspor, dan impor produk dengan merek Domestos Nomos.

Bagi Unilever, sumber daya manusia adalah pusat dari seluruh aktivitas perseroan. Kami memberikan prioritas pada mereka dalam pengembangan profesionalisme, keseimbangan kehidupan, dan kemampuan mereka untuk berkontribusi pada perusahaan. Terdapat lebih dari 6000 karyawan tersebar di seluruh nutrisi.

Perseroan mengelola dan mengembangkan bisnis perseroan secara bertanggung jawab dan berkesinambungan. Nilai-nilai dan standar yang Perseroan terapkan terangkum dalam Prinsip Bisnis Kami. Perseroan juga membagi standar dan nilai-nilai tersebut dengan mitra usaha termasuk para pemasok dan distributor kami. Perseroan memiliki enam pabrik di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Bekasi, dan dua pabrik di Kawasan Industri Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, dengan kantor pusat di Jakarta. Produk-produk Perseroan berjumlah sekitar 43 brand utama dan 1,000 SKU, dipasarkan melalui jaringan yang melibatkan sekitar 500 distributor independen yang menjangkau ratusan ribu toko yang tersebar di seluruh Indoneisa. Produk-produk tersebut didistribusikan melalui pusat distribusi milik sendiri, gudang tambahan, depot dan fasilitas distribusi lainnya.
Sebagai perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial, Unilever Indonesia menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang luas. Keempat pilar program kami adalah Lingkungan, Nutrisi, Higiene dan Pertanian Berkelanjutan. Program CSR termasuk antara lain kampanye Cuci Tangan dengan Sabun (Lifebuoy), program Edukasi kesehatan Gigi dan Mulut (Pepsodent), program Pelestarian Makanan Tradisional (Bango) serta program Memerangi Kelaparan untuk membantu anak Indonesia yang kekurangan gizi (Blue Band).

Unilever Indonesia Memiliki Visi :
Empat pilar utama dari visi kami menggambarkan arah jangka panjang dari perusahaan  kemana tujuan kami dan bagaimana kami menuju ke arah sana.
a.)    Kami bekerja untuk membangun masa depan yang lebih baik setiap hari
b.)    Kami membantu orang-orang merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan dengan brand dan pelayanan yang baik bagi mereka dan bagi orang lain
c.)    Kami menjadi sumber inspirasi orang-orang untuk melakukan hal kecil setiap hari yang dapat membuat perbedaan besar bagi dunia
d.)   Kami akan mengembangkan cara baru dalam melakukan bisnis dengan tujuan membesarkan perusahaan kami dua kali lipat sambil mengurangi dampak lingkungan

Kami selalu percaya akan kekuatan brand kami dalam meningkatkan kualitas kehidupan orang-orang dan dalam melakukan hal yang benar. Semakin bertumbuhnya bisnis kami, meningkat pula tanggung jawab kami. Kami mengenali tantangan global seperti perubahan iklim yang menjadi kepedulian kita bersama. Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari tindakan kami selalu menyatu dalam nilai-nilai kami dan merupakan bagian fundamental mengenai siapa diri kami.

Sumber :

Tugas 2 kejahatan korporasi dengan perlindungan konsumen


Makalah Kejahatan Korporasi
Tentang
Perlindungan Konsumen

Pendahuluan
          Praktek monopoli dari pelaku usaha dan tidak adanya perlindungan konsumen telah meletakkan posisi konsumen dalam tingkat yang terendah dalam menghadapi para pelaku usaha. Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi pelaku usaha ini jelas sangat merugikan kepentingan masyarakat.Pada umumnya para pelaku usaha berlindung dibalik perjanjian baku, maupun melalui informasi yang tidak benar yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen.     
Begitu juga dengan sistem peradilan yang dinilai rumit dan relatif mahal juga turut mengaburkan hak-hak konsumen dan kewajiban-kewajiban pelaku usaha, sehingga adakalanya masyarakat sendiri tidak mengetahui dengan jelas apa yang menjadi hak-hak dan kewajiban dari atau terhadap pelaku usaha dengan siapa konsumen telah berhubungan hukum.
            Dengan adanya undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen ini, diharapkan dapat mendidik masyarakat untuk lebih menyadari akan segala hak-hak dan kewajibannya yang dimiliki terhadap pelaku usaha.

Pembahasan

Perlindungan Konsumen
A.    Definisi
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Sedangkan konsumen itu sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pernyataan tidak untuk diperdagangkan tersebut sejalan dengan pengertian pelaku usaha, yaitu pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Lebih lanjut dalam Pasal 61 UU No 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen ditentukan bahwa : “Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya”. Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah menentukan bahwa korporasi sebagai subjek tindak pidana. Undang-Undang ini memberikan pedoman bagi konsumen dan pelaku usaha agar tercipta suatu hubungan yang berjalan dengan baik dan saling menguntungkan antara pelaku usaha dengan korporasi.
B.     Hak dan kewajiban konsumen
Mengenai hak dan kewajiban dari konsumen diatur dalam Pasal 4 dan 5 Undang Undang Perlindungan Konsumen yang rumusan lengkapnya sebagai berikut :
Pasal 4 UU No 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen, Hak konsumen adalah :
a.       hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
1
b.       hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi sertaserta jaminan yang dijanjikan;
c.       hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dna jaminan barang dan/atau jasa;
d.       hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e.       hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f.        hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
g.       hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h.       hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i.         hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya;
Pasal 5 UU No 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen , Kewajiban konsumen adalah:


a.       membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b.       beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c.        membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati;
d.       mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
C.     Hak dan kewajiban pelaku usaha
Mengenai hak dan kewajiban dari konsumen diatur dalam Pasal 6 dan 7 Undang UndangPerlindungan Konsumen yang rumusan lengkapnya sebagai berikut:
Pasal 6 UU No 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen , Hak pelaku usaha adalah :
a.       hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b.      hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
2
c.        hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d.       hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e.       hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 7 UU No 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen , Kewajiban pelaku usaha adalah :
a.       beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b.       memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
c.        memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d.      menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkanketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e.       memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f.        memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g.      Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Berkaitan dengan hak dan kewajiban antara konsumen dan pelaku usaha tersebut, adalah janggal membebankan kewajiban kepada konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 5 apabila semangat pembuatan undang-undang adalah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Konsumen pengguna barang dan jasa berasal dari berbagai macam latar belakang budaya dan pendidikan, sehingga tidak semua masyarakat yang menjadi konsumen dapat memahami kewajiban mereka sebagai konsumen.
Berbanding terbalik dengan kewajiban bagi konsumen, membebankan kewajiban bagi para pelaku usaha adalah suatu keharusan, karena mereka memiliki sumber daya,
3
dan pelaku usahalah yang mengeluarkan produk barang dan jasa. Pelaku usaha yang tidak melaksanakan kewajibannya jelas berpotensi mengakibatkan timbulnya korban dari pihak konsumen. Kerap kali pelaku usaha memberikan informasi yang tidak benar melalui iklan-iklan di berbagai media untuk membohongi konsumen agar tertarik membeli produk barang dan/atau jasayang mereka tawarkan. Konsumen juga sering menjadi korban dari produk yang tidak memenuhi standar atau mengandung bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu, korporasi harus dapat  dibebani  pertanggung jawaban pidana khususnya kepada korban kejahatan korporasi.
D.    Berbagai larangan bagi pelaku usaha
Sebagaimana definisi dari pelaku usaha, maka pelaku usaha bukan hanya pabrikan saja, melainkan juga bagi distributor( jaringannya serta termasuk importir), dan juga pelaku usaha periklanan.
1.      Pelaku usaha pabrikan dan distributor
Secara garis besar larangan bagi pelaku usaha ini diatur dalam pasal 8 UU No 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen yang dapat kita bagi dalam dua larangan pokok, yaitu :
1)      Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen.
2)      Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar, dan tidak akurat, yang menyesatkan konsumen.
2.      Pelaku usaha periklanan
Larangan bagi usaha periklanan secara umum diatur dalam pasal 17 UU No 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu :
(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
4
e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan mengenai periklanan.
(2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1).

E.     Penyelesaian sengketa
Pasal 23 UU No 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa apabila pelaku usaha menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka konsumen diberikan hak untuk menggugat pelaku usaha, dan menyelesaikan perselisihan yang timbul melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, atau dengan cara mengajukan gugatan kepada badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
F.      Sanksi terhadap pelanggaran Undang-undang tentang perlindungan konsumen
Sanksi-sanksi yang dapat dikenakan bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran atas UU No 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen terdiri dari :
1)      Sanksi administratif
2)      Sanksi pidana pokok
3)      Sanksi pidana tambahan.




Penutup
1.      Kesimpulan
Untuk melindungi kepentingan konsumen di Indonesia, maka dibuatlah UU No 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen. Peraturan ini diharapkan dapat meningkatkan harkat dan martabat konsumen yang pada gilirannya akan meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.
2.      Saran
Undang-undang ini perlu untuk perlu disosialisasikan lebih lanjut, agar dapat menjawab dan menyesuaikan keinginan pembuat undang-undang dengan kepentingan dari masyarakat luas pada umumnya, sebagai konsumen yang harus dilindungi dan juga agar para pelaku usaha tidak melakukan usaha yang dapat merugikan para konsumen.

Daftar pustaka
1.      Hukum tentang perlindungan konsumen, Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Jakarta : Gramedia pustaka, 2000.
2.      Kejahatan korporasi : Analisis viktimologis dan pertanggungjawaban korporasidalam hukum pidana Indonesia, H. Setiyono,S.H.,M.H., Malang : Bayumedia Publishing, cetakan keempat 2009.
3.      eprints.undip.ac.id172711EVAN_ELROY_SITUORANG.